Kita dikejutkan oleh berita tabrakan truk tanki minyak milik Pertamina dengan KRLTanah Abang di Pondok Bentung Bintaro. Sebagai peneliti yang bergulat dengan persoalan emergency management, budaya safety dan evacuasi, peristiwa ini menggelitikku dan melahirkan berbagai pertanyaan:
1. Good response, inappropriate people culture
2. Pemahaman pengguna kereta api tentang cara menyelematkan diri dari keadaan darurat
3. Standar Prosedur Keadaan Darurat di Kereta Api
1. Good response, inappropriate culture
Penanganan keadaa darurat umumnya adalah lintas organisasi dan dalam kasus ini terlihat bahwa pihak kepolisian, TNI, Palang Merah Indonesia dan Dinas Sosial, disamping pemadan kebakaran, sudah berusaha merespon kejadian dengan baik. Yang justru aneh adalah perilaku warga sekitar yang bukannya membantu, melainkan malah menonton dan menghambar proses evakuasi ataupun upaya pemadaman kobaran api. Ingin merubung, melihat korban, mengambil gambar dan for (mungkin untuk sharing di social media) adalah contoh yang nyata, dan tentu saja menganggu. Sebuah surat kabar melaporkan bahwa reponse team bahkan kesulitan mengevakuasi korban, dan kerumunan membuat mereka makin sulit bekerja. Dari kacamata budaya safety, perilaku masyarakat dalam menghadapi kecelakaan belum sampai pada pemahaan soal-soal penanganan yang cepat dan tepat. Karena safety masih terbatas hanya perbincangan di kalangan mereka yang bekerja di pabrik, bangunan tinggi atau sektor sektor lain yang rawan ledakan, masyarakat luas tak paham bagaimana harus bersikap dalam keadaan darurat seperti ini. Mengambil gambar, menghambat proses evakuasi dan penyelamatan adalah tindakan illegal di banyak negara maju. Jika tidak bisa membantu, setidaknya tidak menghambat, demikian sifat paling minimal yang hendaknya dilakukan. Kejadian ini cermin kurangnya budaya safety di masyarakat.
2. Pemahaman pengguna kereta api tentang cara menyelematkan diri dari keadaan darurat
Bagaimana seseorang menyelamatkan diri di setiap moda transport masih belum merata. Prosedur menyelamatkan diri dari pesawat mungkin adalah yang paling mapan dan paling lazim dikenal orang, karena selalu didemonstrasikan sebelum pesawat lepas landas. Tetapi mereka yang kommuter sehari-hari menggunakan keretaapi lokal ataupun antar kota, jarang diajarkan untuk memahami safety karena memang kasus kecelakaan dan evakuasi dari kereta api relatif jarang jika tidak ada tabrakan.
3. Standar Prosedur Keadaan Darurat di Kereta Api
Satu-satunya standard pernyataan resmi tentang keselamatan di kereta api yang dikemukakan oleh Sekjen Perkeretaapian adalah alat evakuasi, yaitu alat pemecah kaca dan rem darurat. Penumpang yang melihat adanya kemungkinan kecelakaan bisa mengoperasikan rem darurat tersebut. Salah satu tindakannya adalah mengecek SOP di perkeretaapian dan investigasi penyebab kecelakaan. Ya. Tentu saja masih banyak yang kurang jika kita melihat bahwa alat darurat di kereta hanya menyangkut dua hal tersebut. Di negara maju, mungkin alat pemadam kebakaran juga gergaji dan bahkan glow stick (tongkat yang menyala di dalam gelap) menjadi bagian dari kelengkapan safety di kereta. Persoalannya, jikapun alatnya selengkap itu, pertanyaannya kembali ke butir nomor dua, adakah penumpang paham cara penggunaannya sehingga mereka bisa menyelamatkan diri sendiri?
Dari segi desain kereta yang ada sekarang ini: perhatikan ukuran jendelanya dan desain kacanya: Jika orang harus "escape" dari kereta, cukupkan kira kira ukuran kaca jendela yang seperti ini dipakai meloloskan diri? Apakah jendelanya mudah dijangkau atau terlalu tinggi? Di banyak negara maju, desaigh safety kereta termasuk ukuran jendela yang besar-besar yang memang jika ada kecelakaan, jendela tersebut mudah dipecahkan kacanya dan dijadikan alternative exit, jika pintu biasa tak bisa digunakan